Pilot Darat ColdDripcoffee
Copyright @ 2024 Link UMKM, All right reserved | Page rendered in 0.2064 seconds
'Saya tidak ingin mati'
Lepas dari pandangan kaum muda terhadap pilot kamikaze, benarkah para penerbang itu siap mati untuk negaranya ketika mengudara pada usia 17 hingga 24 tahun?
Ketika saya berbincang dengan dua mantan pilot kamikaze, yang kini berusia 90-an tahun, jawabannya tidak.
"Menurut saya, 60% hingga 70% dari kami betul-betul ingin mengorbankan diri untuk kaisar, tapi sisanya mungkin mempertanyakan mengapa kita harus bunuh diri," kata Osamu Yamada, mantan pilot kamikaze yang berusia 94 tahun.
Ditemui di kediamannya di Nagoya, Yamada mengaku tidak sempat menjalankan misi bunuh diri karena perang keburu usai.
"Saya lajang saat itu dan tidak ada yang mengekang, sehingga saya asli berpikir untuk mengorbankan diri demi membela Jepang. Namun, bagi mereka yang sudah berkeluarga, mereka pasti punya pikiran lain," kata Yamada.
Keiichi Kuwahara, 91, merupakan salah satu penerbang yang tidak bisa berhenti memikirkan keluarganya. Dia mengisahkan momen ketika dia diperintahkan menjadi pilot kamikaze.
"Saya bisa merasakan diri saya menjadi pucat. Saya takut. Saya tidak ingin mati," papar Kuwahara yang saat itu berusia 17 tahun.
"Saya kehilangan ayah setahun sebelumnya, sehingga hanya ada ibu dan kakak perempuan untuk bekerja menopang keluarga. Saya mengirim uang gaji ke mereka. Saya pikir, apa yang terjadi jika saya mati? Bagaimana keluarga saya bisa makan?"
Sumber gambar, Keiichi Kuwahara
Keraguan Kuwahara terjawab. Ketika mesin pesawatnya rusak dan dia terpaksa kembali, dia merasa lega.
Meski demikian, di atas kertas, Kuwahara dianggap telah menjadi sukarelawan kamikaze.
"Apakah saya terpaksa atau saya sukarela? Itu pertanyaan yang sulit dijawab jika Anda tidak memahami esensi militer," ujarnya.
Profesor Sheftall mengungkap bahwa pada masa itu pilot yang tidak ingin sukarela menjadi kamikaze harus mengangkat tangan di tengah barisan. Akibat kondisi itu, jarang ada pilot yang menolak.
Pada masa kini, pilot kamikaze kerap disandingkan dengan teroris yang menjalankan misi bunuh diri. Namun, Kuwahara berkeras keduanya tidak bisa disamakan.
"Saya pikir keduanya amat berbeda. Aksi kamikaze ditempuh pada masa perang, sedangkan serangan kelompok ISIS tidak bisa ditebak," jelasnya.
Anggapan bahwa aksi kamikaze adalah terorisme, menurut Yamada, adalah contoh bahwa kamikaze kerap dimaknai dengan salah. Menurutnya, kata kamikaze yang secara harfiah berarti "angin ilahi", sering kali dipakai dalam bahasa Inggris tanpa memahami konteks sejarah Jepang.
"Saya sakit hati karena kamikaze adalah masa muda saya. Kamikaze tidak bersalah, itu adalah sesuatu yang benar-benar murni, maknanya lebih dalam. Tapi kini kamikaze diperbincangkan seolah-olah kami telah dicuci otak," paparnya.
Sumber gambar, Getty Images
Setelah Perang, Kuwahara merasa dibebaskan dan berpikir bagaimana cara membangun Jepang.
Namun, Yamada perlu waktu untuk menyesuaikan diri.
"Saya merasa disorientasi, tidak berdaya, kehilangan keakuan, seolah-olah sukma saya meninggalkan raga," kenangnya.
"Sebagai pilot kamikaze, kami siap mati. Jadi ketika saya mendengar kami telah dikalahkan, saya merasa kehilangan tempat berpijak."
Lantaran merasa perlu mendapat kerja, makan, dan bertahan hidup, dia bisa menjaga kawarasan seusai perang.
Bagaimanapun, alasan utama mengapa dia bisa tetap punya keinginan untuk hidup adalah Kaisar Hirohito. Pria yang dibela mati-matian oleh rakyat Jepang itu memberi contoh berdamai dengan menjabat tangan para jenderal Amerika.
"Kaisar, Yang Mulia, adalah jantungnya Jepang. Saya pikir kehadiran Kaisar Hirohito membantu Jepang pulih dari perang," ujarnya.
Bagi generasi Jepang pascaperang, pengalaman mantan pilot kamikaze tidak terbayangkan, bahkan oleh keluarga para pilot.
"Tatkala saya merenungkan hidupnya, saya tersadar bahwa hidup saya bukan untuk diri saya sendiri. Saya berkewajiban untuk hidup bagi mereka yang terlahir sebagai anak dan cucu para serdadu yang tewas saat perang," kata cucu Yamada, Yoshiko Hasegawa.
Sementara itu, cucu Kuwahara, tidak mengetahui secara pasti apa yang kakeknya lalui sebagai pilot kamikaze.
"Justru Jepang yang damai itulah yang saya ingin ciptakan," kata Kuwahara seraya tersenyum.
Baginya, ketidaktahuan cucunya adalah bukti bahwa Jepang telah melewati masa lalunya yang kelam dan menyakitkan.
Pilot Kamikaze dan kenyataan tentang kematian
Semua pilot Kamikaze harus berhadapan dengan kenyataan bahwa mereka akan meninggal. Ada yang rela, ada yang tidak. Beberapa hari dan jam terakhir, mereka tampak muram. Beberapa akan mengubur seikat rambut mereka di belakang kuil. Terkadang, mereka mendapat izin mengunjungi keluarga mereka untuk terakhir kalinya.
Kemudian, pada hari misi, beberapa menit terakhir mereka dihabiskan dengan tujuan ke kapal musuh, dengan instruksi untuk mengirim satu pesan kode terakhir. Di pihak penerima, jika sinyal panjang itu berakhir dengan keheningan, maka misinya berhasil.
Sejak saat itu, pilot Kamikaze dikaitkan dengan bunga sakura Jepang, untuk alasan yang sangat mengharukan. Di satu sisi, bunga sakura menandakan tentang kehidupan, sederhana dan indah tetapi tidak kekal.
Bagaimana tanggapan kaum muda Jepang terhadap pilot kamikaze era Perang Dunia II?
Sumber gambar, Osamu Yamada
Selama Perang Dunia II, ribuan pilot Jepang sukarela menjadi kamikaze, aksi bunuh diri dengan menabrakkan pesawat mereka guna membela kaisar. Lebih dari 70 tahun setelah rangkaian peristiwa itu, wartawan BBC, Mariko Oi, bertanya kepada kaum muda Jepang mengenai tindakan para pilot tersebut.
Di luar akal sehat, heroik, dan bodoh. Demikian pendapat tiga pemuda di Tokyo saat saya bertanya apa pandangan mereka mengenai kamikaze?
Dua di antara ketiga pemuda itu adalah kakak beradik dan sang adik menganggap aksi pilot kamikaze penuh dengan sikap kepahlawanan. Namun, pandangan sang adik justru dipertanyakan kakaknya.
"Heroik?" tanya Shunpei kepada adiknya, Sho. "Saya baru tahu kamu begitu sayap kanan."
Lebih dari 70 tahun setelah Perang Dunia II usai, pandangan publik Jepang terhadap pilot kamikaze sangat beragam. Penyebabnya antara lain karena aksi para pilot tersebut selalu menjadi bahan perdebatan politik.
"Selama tujuh tahun pendudukan sekutu di Jepang, reputasi kamikaze adalah salah satu yang disasar," jelas profesor MG Sheftall dari Universitas Shizuoka.
Pilot kamikaze, menurutnya, digambarkan sebagai 'orang gila'.
"Namun manakala sekutu pergi pada 1952, kaum nasionalis sayap kanan muncul dengan kuat dan mereka menggelar upaya selama beberapa generasi untuk mengendalikan narasi," paparnya.
"Bahkan, pada 1970-an dan 1980-an, mayoritas rakyat Jepang berpendapat kamikaze adalah sesuatu yang memalukan, suatu kejahatan yang dilakukan negara terhadap anggota keluarga."
"Pada 1990-an, kaum nasionalis menguji opini publik dengan menyebut para pilot kamikaze sebagai pahlawan. Ketika mereka tidak mendapat banyak tentangan, mereka semakin berani dan berani," tambahnya.
JAKARTA — Istilah Kamikaze adalah sebuah taktik penyerangan lewat pesawat udara yang mengangkut bom berdaya ledak tinggi. Dengan mengorbankan nyawa sesosok manusia yang rela mati bersamaan pesawat tersebut ditabrakan ke target sasaran.
Para pilot dipersiapkan matang secara one way ticket, artinya hanya ada satu-satunya jalan pulang menuju kematian sebagai pilot Kamikaze, dan tak ada lagi jalan pulang ke kampung halaman mereka di Jepang.
Serangan Kamikaze menjadi krusial bagi pihak Jepang yang saat itu sangat kewalahan menghadapi kedigdayaan pihak Amerika Serikat dengan perlengkapan yang modern dan canggih. Lebih penting lagi, serangan Kamikaze jauh lebih akurat ketimbang pengeboman yang memungkinkan serdadu Angkata Udara Jepang menargetkan titik-titik lemah kapal Amerika.
Taktik yang dilakukan oleh para serdadu negeri matahari terbit ini menjadi jalan satu-satunya bagi Jepang untuk menggembosi dan melumpuhkan kapal-kapal induk tentara Amerika Serikat di kawasan laut Pasifik. Belum lagi bagaimana ketatnya penjagaan pesawat-pesawat tempur yang melindungi kapal induk mereka disertai fasilitas canggih dengan senjata anti-udara terdapat di kapal induk.
Namun apa yang terjadi bila eksekusi para pilot Kamikaze itu gagal? entah terkendala faktor teknis ataupun rasa takut menghantui mendominasi hingga mengurungkan niat ber-Kamikaze?
Sejak turun temurun sebuah nilai kehormatan adalah hal yang sangat sakral bagi rakyat Jepang. Mereka yang telah sukses sebagai pilot Kamikaze namanya dikenang sebagai sosok yang nasionalis dan terpandang bagi kalangan rakyat Jepang. Bahwa mereka adalah prajurit yang penuh kehormatan disertai rasa ketidakegoisan. Efek psikis dari pilot-pilot Kamikaze sangat berpengaruh pada keberanian para serdadu Jepang di sektor penyerangan.
Menjadi pilot Kamikaze di mata masyarakat Jepang adalah pertunjukkan kesetiaan pada level tertinggi terhadap kaisar. Para pilot menerima jatah yang lebih baik selama pelatihan sebelum keberangkatan ‘menuju kematian’. Rasa nasionalis yang memicu keberanian mereka untuk menyerahkan hidup bersamaan bom yang meledak nanti, menjadikan rasa takut akan kegagalan justru menjadi momok yang tak diinginkan oleh para pilot.
Pilot Kamikaze disamakan dengan serangan teroris
Pada periode pasca-perang di Jepang, pilot Kamikaze menerima perlakuan dan stigma buruk dari masyarakat. Tetapi dalam waktu tertentu, ada pandangan yang lebih buruk tentang mereka yakni serangan teroris, terutama pascaserangan 11 September di World Trade Center. Sebuah berita yang dirilis dari Stanford menggambarkan serangan itu sebagai "pesawat kamikaze di satu sisi dan pesawat yang dibajak di sisi lain."
Atshushi Takatsuka bersikeras bahwa itu bukanlah hal yang sama. Teroris cenderung menargetkan warga sipil. Sementara Pilot Kamikaze (dan semua pasukan Serangan Khusus) hanya dikirim setelah target militer. Pilot hanya melakukan apa yang ditugaskan dalam perang, dan mereka sendiri pun tidak punya banyak pilihan.
Bagaimana Rusia Gunakan Drone Kamikaze?
Seperti dilansir BBC, Ukraina menuduh Rusia menggunakan drone-drone 'Kamikaze' terhadap berbagai sasaran sipil di Kyiv. Pesawat-pesawat tak berawak ini membawa bahan peledak yang meletus saat membentur sasaran, sekaligus menghancurkan drone tersebut.
Apakah drone Kamikaze Rusia itu? Rusia diyakini menggunakan drone Shahed-136 buatan Iran selama konflik Ukraina sejak pertengahan September.
Dijuluki pula sebagai Geranium-2 oleh Rusia, drone ini memiliki bahan peledak pada hulu ledak di bagian hidungnya. Drone ini dirancang untuk mengitari target sampai diperintahkan untuk menyerang. Drone Shahed-136 memiliki sayap dengan bentangan sekitar 2,5 meter dan sulit dideteksi radar.
Demikian penjelasan tentang apa itu Kamikaze
Simak video '28 Drone Kamikaze Gempur Jantung Ukraina di Kiev':
[Gambas:Video 20detik]
Pelajar Jepang melepas kepergian pilot Kamikaze.
Nationalgeographic.co.id - Motoharu Okamura, yang memimpin satu skuadron kamikaze, berkata, "Saya sangat percaya bahwa satu-satunya cara berperang yang bisa mendukung kami adalah serangan tabrakan menggunakan pesawat kami. Tidak ada cara lain. Beri saya 300 pesawat dan saya akan mengubah gelombang perang."
Tidak ada pengorbanan yang lebih tinggi dari seseorang yang menyerahkan nyawanya untuk sebuah perjuangan. Namun, sepanjang sejarah perjuangan tampaknya tidak ada seradikal seperti yang dilakukan pilot-pilot muda Jepang: Kamikaze.
Dalam sejarah peperangan Jepang di Pasifik (1944), mereka siap mengorbankan nyawa dalam unit-unit khusus yang telah dipesiapkan dengan taktik menabrakan pesawat yang mereka kemudikan ke kapal-kapal perang Amerika Serikat. Jepang menjuluki serangan yang tak biasa ini sebagai kamikaze atau yang dalam bahasa mereka berarti Angin Dewa.
Baca Juga : Inginkan Gerbang Pengenal Wajah, Jepang Berlakukan Pajak Keberangkatan di Bandara
Pasukan kamikaze bernama Tokkotai ini sejatinya dibentuk oleh Laksamana Madya Tokijiro Ohnisi, Panglima Armada Udara Pertama yang membawahi seluruh kekuatan udara Jepang di Filipina. Kesatuan udara kamikaze bentukan Ohnisi lebih dulu menghantan armada kapal induk AS agar kekuatan udara AL AS tak menggganggu serangan armada laut Jepang.
Official U.S. Navy Photograph/Noval Historical Center/Wikimedia Commons
USS Belleau Wood dan USS Franklin (kanan), mengalami kebakaran hebat setelah diseruduk pesawat Jepan
Tentara AS terkesima menyaksikan serangan nekat yang sulit dinalar ini. Bagaimana tidak? Para pilot muda kamikaze ini dengan beraninya menukik untuk kemudian menabrakkan pesawat mereka ke kapal-kapal perang AS.
Setiap pesawat rata-rata membawa bom seberat 250 kilogram. Pasukan kamikaze juga "mengirim" bom-bom terbang yang dikendalikan pilot. Menurut Ohsini, hanya dengan cara inilah efektivitas kekuatan udara negerinya akan ada pada tingkat maksimal.
Kamikaze pertama diyakini dilakukan oleh Laksamana Madya Masafumi Arima, komandan Armada Udara ke-26 pada 15 Oktober 1944. Tatkala memimpin seratus pembom tukik Yokosuka D4Y, ia tiba-tiba menukikkan pesawatnya ke arah kapal induk USS Franklin. Kapal itu pun terbakar—namun masih tetap beroperasi hingga 1964. Pangkat Arima kemudian dinaikkan setingkat menjadi Laksamana. Sejatinya, sampai sejauh ini, tidak ada laporan tentang kerusakan USS Franklin yang ditimbulkan oleh serangan Arima. Bahkan, tidak ada catatan apakah Arima benar-benar sampai ke target kamikaze-nya.
Baca Juga : Astronom Temukan Pola Aneh di Awan Planet Venus, Apa Penyebabnya?
Namun, Caryl-Sue dari National Geographic Society, menulis bahwa Kekaisaran Jepang menggunakan strategi kamikaze untuk pertama kalinya pada 25 Oktober 1944. Taktik itu bagian dari pertempuran ganas Teluk Leyte, pertempuran laut terbesar dalam sejarah, yang berlangsung di Samudera Pasifik dekat Filipina. Jepang memang kalah dalah pertempuran laut ini. Dan, kurang dari setahun kemudian, Jepang meyerah.
Sumber lain meyebutkan bahwa Letnan Pertama Takeshi Kosai dan beberapa pilot lainnya dari 31st Fighter Squadron telah melakukan serangan kamikaze pada fajar 13 September 1944. Mereka tidak pernah kembali, namun tidak ada catatan kapal musuh yang mengalami penyerangan hari itu.
Statistik masa perang memang semerawut. Hingga kini, seberapa besar jumlah kapal perang yang berhasil dihancurkan pasukan kamikaze masih menjadi perdebatan sejumlah pihak. Menurut catatan AU AS, Jepang setidaknya sudah melancarkan 2.800 serangan kamikaze dan menenggelamkan 34 kapal perang. Kamikaze juga telah merusak 368 kapal, membunuh 4.900 pelaut, serta melukai 4.800 orang lainnya.
Meski sudah melawan mati-matian, Jepang toh tak bisa menepis kekalahan pada Perang Dunia II.
78% Daratan di Bumi Jadi Gersang dan Tidak akan Pernah Basah Kembali
Pertarungan antara pasukan Sekutu dan Jepang terjadi di Front Pasifik selama Perang Dunia II. Kisah ini pasti sudah tidak asing lagi, terutama serangan dari pilot Kamikaze. Pilot Jepang ini melakukan misi bunuh diri dengan menabrakkan pesawat mereka ke kapal Sekutu. Antara 3.000-4.000 pilot terlibat dalam misi ini, tetapi hanya sebagian kecil dari mereka yang mencapai target, dan kebanyakan tenggelam.
Sejak Perang Dunia II, para pilot Kamikaze digambarkan dengan berbagai kisah, dari yang positif hingga negatif. Namun, kenyataannya sedikit lebih rumit dari yang dipikirkan banyak orang. Yuk, kita ulas lebih mendalam tentang para pilot Kamikaze Jepang ini.
Beberapa pilot Kamikaze sangat bersemangat dengan tugas mereka
Osamu Yamada mengatakan kepada BBC, ketika ada panggilan untuk pilot Kamikaze, dia bergabung dengan sukarela. Ideologi para pilot Kamikaze adalah cinta tanah air dan bersedia mati untuk membelanya.
The Guardian berbicara dengan Hisao Horiyama, yang memiliki ideologi sama. Kaisar Hirohito secara pribadi mengunjungi unitnya. Sejak saat itu, Horiyama merasa tidak punya pilihan selain mengorbankan diri dan untuk membuktikan dirinya kepada ayahnya.
Sebagian besar pilot Kamikaze masih muda, usianya 17 atau 18 tahun. Menjadi sukarelawan untuk menjadi pilot Kamikaze tidak hanya memberi mereka penghargaan anumerta tetapi juga membuat mereka merasa diakui.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Baca Juga: Kisah Perempuan Tangguh dalam Melawan Stigma Masyarakat, Ada Pilot!
Jepang berada di titik terendah dalam pertempuran
Pada beberapa tahun terakhir Perang Dunia II, segalanya tidak berjalan sesuai keinginan Jepang. CMH Online mengatakan bahwa Jepang kalah dalam segi militer dibandingkan dengan pasukan Sekutu. Angkatan udara mereka tidak seperti dulu lagi, dan mereka kehilangan banyak pilot andal selama perang. Belum lagi, pilot Amerika mendapatkan pelatihan dan pendanaan terbaik, serta pesawat yang digunakan oleh pasukan Sekutu sangat kuat. Menurut sebuah wawancara dengan mantan pilot Kamikaze Atsushi Takatsuka, militer Jepang mengalami banyak kekalahan dalam pertempuran.
Para pemimpin militer mulai meningkatkan perekrutan mereka, terutama merekrut para mahasiswa, tetapi hal itu tidak cukup. Diskusi dimulai sekitar musim gugur tahun 1943 tentang taktik baru, tetapi ketika Jepang tidak dapat menghentikan pawai pasukan Sekutu melintasi Pasifik pada tahun 1944, mereka pun mencari siasat lain.
Mereka memasukkan unit Tokkotai 'serangan khusus'. Unit ini ditugaskan untuk melakukan misi bunuh diri, yang mencerminkan betapa putus asanya Jepang. Militer Jepang berusaha mengatasi hambatan mereka dengan segala cara, mendarat di satu pertahanan terakhir untuk melawan Sekutu yang akan mereka gunakan hingga tahap terakhir perang.
Pilot Kamikaze bukanlah satu-satunya yang melakukan misi bunuh diri
Pilot Kamikaze menjadi salah satu unit militer Jepang yang lebih dikenal. Mereka salah satu unit di bawah payung pasukan 'Serangan Khusus'. Awalnya, pilot Kamikaze bukanlah misi bunuh diri, tetapi kelompok kecil yang ditugaskan untuk menghancurkan markas musuh dengan taktik tabrak lari.
Ada juga pasukan Serangan Khusus resmi lain, yakni Kaiten—misi torpedo bunuh diri berawak. Satu orang akan duduk di dalam torpedo dan mengarahkannya ke sisi kapal musuh, meledak saat bersentuhan. Dalam nada yang sama, ada juga kapal bunuh diri dan kapal selam kecil yang melayani tujuan serupa.
Pada akhir perang, mereka dijadikan misi bunuh diri. Terkadang, prajurit akan mengenakan perlengkapan selam dan bersembunyi di lepas pantai, dipersenjatai dengan bahan peledak di batang bambu untuk menghancurkan kapal yang melewati mereka. Ada juga tentara yang mengikatkan bom ke tubuhnya dan bersembunyi di lubang untuk meledakkan tank yang melewati mereka.